September Hitam : Selubung Kasus Munir, Mirna
Bulan September akan berakhir, namun istilah
September Hitam layak diangkat kembali untuk mengingatkan masyarakat pada istilah
yang digunakan untuk mengingatkan masyarakat kembali akan empat tragedi yang
terabaikan di bulan September silam yaitu ; tragedi 65 (30 September
1965-1966), tragedi Tanjung Priok (12 September 1984), tragedi Semanggi 2
(23-24 September 1999), dan yang masih hangat dalam ingatan, tragedi Munir (7
September 2004).
Munir Said Thalib merupakan aktivis penegak
HAM yang menjadi ikon di Indonesia sejak dia menangani beberapa kasus
pelanggaran seperti kasus hilangnya duapuluh empat aktivis dan mahasiswa di
Jakarta (1997-1998), pembunuhan masyarakat sipil di Tanjung Priok (1984), penembakan
mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2 (1998 dan 1999), kasus subversif Sri
Bintang Pamungkas dan Dita Indah Sari, kasus pembunuhan tiga petani nipah di
Madura (1993), dan banyak kasus lainnya. Lalu, pada 7 September 2004 Indonesia dikagetkan
dengan kematian Munir di atas pesawat Garuda dalam penerbangan ke Den Haag. Dimana
saat itu Munir hendak melanjutkan pendidikan Magister bidang Hukum Humaniter di
Utrecth, Belanda.
Menjadi sebuah kajian yang menarik ketika dua
situs berita online www.kompasiana.com diikuti oleh news.liputan6.com mengaitkan kasus Munir di tahun 2004 tersebut dengan
isu sosial yang sedang hangat diperbincangkan di media dan berhasil menyedot
perhatian publik beberapa bulan terakhir ini, yaitu kasus Mirna. Wayan Mirna
Salihin meninggal ditempat, setelah meminum kopi Vietnam dimana teka-teki
mengenai siapa dan motif dibalik pembunuhannya masih belum dipastikan hingga
hari ini (tertanggal 26 September 2016)
Dari kedua situs berita online tersebut,
dapat ditarik dua garis besar mengenai persamaan dasar di antara kasus Munir
dan Mirna, yaitu :
1.
Sama-sama Diracun di Kedai Kopi
Munir, yang hendak menuju Belanda, sempat
transit di Bandara Internasional Changi, Singapura. Saat itu Munir diduga
bertemu Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan Munir yang
kini telah menghirup udara segar karena bebas bersyarat. Kala itu Munir diajak mengobrol
dan memesan minuman di outlet Coffee Bean. Menurut ahli forensik dari Universitas
Indonesia yang menangani kasus Munir, Mun'im Idris, Munir positif meninggal
karena racun arsenik dengan kadar 0, 031 mg/cc darah.
Dan hal tersebut memiliki persamaan dengan
kasus Mirna yang tewas usai meminum es kopi Vietnam mengandung sianida di kedai
kopi Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Di dalam tubuh Mirna ditemukan Natrium
Sianida dengan konsentrasi 15 mg/cc darah.
2.
Pelaku Sama-sama Membantah
Dalam kasus pembunuhan Munir, meski terdakwa
pembunuhannya, Pollycarpus telah menjalani masa tahanan delapan tahun penjara
dan bebas bersyarat, namun belum bisa dibuktikan bagaimana Munir diracun. Sempat
muncul dugaan berdasarkan keterangan saksi, bahwa Munir diracun dalam es
jeruknya. Hal itu berdasarkan aksi Pollycarpus yang membawa dua gelas minuman
saat bersama Munir.
Namun, pada tingkat Pengadilan Tinggi saat
Majelis Hakim menjatuhkan vonis 14 tahun penjara, disebutkan bahwa Pollycarpus
melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dengan cara memasukkan racun
arsenik ke dalam mi goreng. Tetapi, majelis hakim lainnya, Hakim Sri Handoyo
berpendapat pertimbangan majelis hakim tingkat pertama yang menyatakan arsenik
masuk ke tubuh Munir melalui mi goreng tidak dapat dibenarkan. Keberadaan
arsenik dalam persidangan masih gelap, tidak ditemukan asal-usul arsenik dan
siapa yang menaburkan. Pollycarpus berkali-kali membantah soal pemberian racun
di Bandara Changi. Bantahan tersebut juga ia tegaskan saat keluar dari penjara.
Selanjutnya, meski sudah ditemukan tersangka
dalam kasus pembunuhan Mirna, polisi belum dapat menemukan atau membuktikan
bagaimana tersangka Jessica meracuni Mirna. Bahkan, belum juga diungkapkan
bagaimana cara Jessica memperoleh racun dan menaruh racun tersebut karena
hingga saat ini Jessica masih bersikukuh membantah telah memasukkan racun ke
dalam es kopi Vietnam yang diminum Mirna.
Dalam hal ini, pelaku dalam kasus Munir dan
terduga pelaku dalam kasus Mirna sama-sama membantah telah melakukan perbuatan
yang dituduhkan kepada mereka. Hingga sekarang, kasus Mirna masih belum
menemukan titik terang dan sidangnya masih terus berlanjut.
Setelah dikaji dari dua data dalam situs berita online
tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat dua garis besar yang membuat dua kasus
tersebut idientik atau mirip. Namun, hal yang menjadi perbedaan kemudian, bagaimana
kita melihat adanya transparasi luar biasa dalam kasus Mirna dimana sidang
pengadilan kasus-nya ditayangkan di beberapa televisi swasta nasional yang
menuai kritik dari ahli dan masyarakat. Bagaimana sidang tersebut pada akhirnya
menjadi konsumsi publik. Semoga hal tersebut pada akhirnya dapat membuka jalan
untuk mengungkap kasus Munir yang masih belum tuntas kemarin. Kami berharap
kasus Munir dapat di usut setuntas-tuntasnya se-transparan kasus Mirna.
Salam Kolaboratif
Unity to Glory! FISIP!!
Departemen Kajian Aksi Strategis dan Pengabdian
Masyarakat
BEM FISIP Universitas Udayana
Kabinet FISIP Kolaboratif